Pemberitaan terbaru kasus koperasi simpan pinjam (KSP) Indosurya menyita perhatian publik, setelah para tersangka divonis bebas. Di mana Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat – Syafrudin Ainor, Dede Suryaman, dan Sri Hartati- menyatakan bos KSP Indosurya, Henry Surya, bebas dari dakwaan dugaan penipuan dan penggelapan, pada Selasa (24 Januari).
Melansir BBC News Indonesia, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan banding atas putusan bebas yang dikeluarkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat kepada dua pimpinan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, Henry Surya dan June Indria, dalam perkara yang disebut Kejagung sebagai kasus penipuan terbesar sepanjang sejarah di Indonesia.
“Putusan majelis hakim yang diketuai oleh Syafrudin Ainor atas kasus dugaan investasi bodong yang merugikan sekitar 23.000 nasabah dengan total nilai kerugian mencapai Rp106 triliun itu merupakan bentuk ketidakadilan hukum di Indonesia,” kata seorang korban.
“Maling ayam saja dihukum, masa orang yang merampas dan merugikan triliun rupiah bebas, tidak dapat dijerat oleh hukum. Bahkan, bukan hanya pelaku utama, sampai anak buahnya tidak ada satupun yang dijerat,” kata wakil aliansi korban KSP Indosurya, Ricky Firmansyah Djong saat dihubungi BBC News Indonesia, belum lama ini.
Maraknya investasi bodong di Indonesia, menurut peneliti ekonomi, disebabkan karena rendahnya literasi keuangan masyarakat dan juga sifat “rakus” yang menyebabkan kelalaian dalam melakukan verifikasi sebuah investasi.
Sebelum kasus Indosurya, masyarakat juga mengalami kerugian dalam investasi ilegal dengan skema robot trading atau opsi biner (binary option).
Setidaknya terdapat dua pelaku yang ditangkap polisi dalam kasus itu, yaitu Indra Kenz lewat aplikasi Binomo, dan Doni Salmanan dengan aplikasi Quotex.
BBC News Indonesia mencatat, investasi ilegal menimbulkan kerugian di masyarakat pada tahun 2022 mencapai Rp109 triliun, menurut data Satgas Waspada Investasi (SWI), dengan total kerugian dari 2018 hingga 2022 mencapai lebih dari Rp123 triliun.
Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Etika Karyani mengatakan, masyarakat kerap menjadi korban investasi bodong karena tergiur dengan “keuntungan yang cepat dan besar”.
“Motifnya ingin cepat mendapatkan keuntungan yang besar dan instan, tanpa melihat atau menelusuri adanya penipuan atau jebakan dalam investasi tersebut. Dengan kata lain, sifat greedy (serakah) dan juga malas dalam mengkonfirmasi terkait legalitas dari lembaga penyelenggaranya,” kata Etika.
Dia menambahkan, berkaca dari kasus KSP Indosurya, masyarakat harus curiga jika menemukan perusahaan yang menawarkan untung yang menggiurkan.
“Ingat prinsip high risk high return. Seperti pada kasus KSP Indosurya yang menawarkan imbal hasil melebihi 20 persen setahun. Imbal hasil ini sangat tidak masuk akal. Kasus gagal bayar KSP Indosurya Cipta juga menghancurkan citra koperasi di Indonesia,” ujarnya.
Selain sifat yang rakus, maraknya investasi bodong, menurut Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah juga disebabkan oleh sangat rendahnya literasi keuangan masyarakat.
“Kalau masyarakat tidak peduli, tidak belajar, dan tidak mau meninggalkan sikap serakah akan susah, akan terus ada kasus investasi bodong,” kata Piter.
Belajar dari Kasus Indosurya, Ketahui Tiga Ciri Investasi Bodong
Kepada BBC News Indonesia, Piter menjelaskan, terdapat setidaknya tiga ciri-ciri investasi bodong. Pertama adalah menjanjikan keuntungan yang tidak masuk akal.
“Keuntungan 30-50 persen, bahkan berlipat-lipat, dalam waktu singkat. Itu sudah pasti bodong, dan dicurigai,” kata Piter.
Ciri kedua adalah tidak adanya kejelasan informasi mengenai bisnis investasi perusahaan tersebut.
“Kalau investasi itu harus jelas, menanam padi, buka tambak lele, itu kan jelas. Kalau bisnis tidak jelas bisnis apa, investasi apa, produk apa, sektor apa, pasar dimana, itu perlu dicurigai.”
Dan ketiga, “Harus dicurigai jika tidak jelas siapa pengelolanya, perusahaan siapa, izin bagaimana, di balik perusahan tokoh siapa. Kalau tidak jelas perlu dicurigai, harus dipastikan. Tiga hal ini saja sudah cukup untuk kita dari awal mengantisipasi untuk berhati-hati,” kata Piter.
Sementara dilansir dari Detik, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam akun Instagram resminya @ojkindonesia disebutkan ada beberapa ciri investasi bodong yang bisa dikenali.
Misalnya, investasi bodong ini menawarkan atau menjanjikan keuntungan besar dalam waktu yang singkat. Lalu produk dan proses bisnis investasi yang tidak jelas.
“Menawarkan komisi atau bonus untuk merekrut anggota baru. Lalu pengembalian investasi macet di tengah-tengah dan tak punya izin resmi,” tulisnya, dikutip Detik, kemarin.
Lalu agar masyarakat terhindar dari penipuan investasi ini maka harus menerapkan 2 L. Pertama adalah legal, jadi masyarakat yang ingin berinvestasi harus memeriksa apakah perusahaan dan produk investasi telah memiliki izin dari lembaga yang berwenang.
Kemudian juga harus logis. Ini bisa memeriksa keuntungan yang ditawarkan logis atau masuk akal. Jika ada investasi yang menawarkan keuntungan tidak masuk akal, maka harus dicurigai.
“Tawaran investasi bodong senantiasa mengintai. Berharap dapat untung besar, eh malah buntung. Hati-hati investasi bodong,” imbuhnya. [BAB]