Jika membahas soal metaverse, kita tentu mulai membayangkan sebuah dunia digital yang tak hanya tempat untuk bermain, tetapi juga bisa menjadi ruang kerja, bisnis dan pelatihan secara online.
Beberapa pakar menilai, metaverse akan memiliki banyak utilitas, bergantung dari bagaimana pengembang membangunnya. Ini bisa bersifat luas, dapat digunakan untuk apa saja dan siapa saja, atau bersifat khusus untuk tujuan tertentu.
Metaverse Booming di Tahun 2021
Tahun 2021 adalah tahun yang luar biasa bagi industri dan pasar kripto, terjadi perkembangan pesat dari sisi kapitalisasi pasar kripto, adopsi dan jumlah investor.
Meski diwarnai dengan beberapa hal negatif, seperti tindakan keras Tiongkok yang sempat menghantam sektor penambangan kripto, ini tetap menjadi tahun luar biasa bagi sebagian investor untuk mendulang cuan.
Banyak sektor yang bertumbuh pesat di pasar kripto, mulai dari game kripto, NFT, DeFi (keuangan terdesentralisasi), crypto lending, memecoin, termasuk juga metaverse.
Bahkan setelah bearish pasar kripto dimulai di bulan November 2021, sektor metaverse dan NFT masih memiliki pesonanya sendiri, baru kemudian turun merosot di tahun 2022. Pasar begitu terpaku pada data inflasi AS, selera risiko pun kian merunduk.
Apa yang membuat metaverse menjadi booming, bersama dengan game kripto dan NFT, adalah karena dampak pandemi.
Saat orang-orang merasa khawatir untuk tidak dapat menjalani kehidupan normal di masa mendatang, dunia virtual menjadi pilihan, termasuk untuk tetap memiliki penghasilan meski dari rumah saja.
Beberapa bisnis mulai menerapkan metode kerja work from home (WFH), yang ternyata tidak mengurangi efisiensi tenaga kerja, bahkan beberapa justru lebih meningkat.
WFH mengurangi stres pegawai yang sering terjebak macet di jalan, namun ini tetap membutuhkan manajemen waktu yang ketat karena semua dilakukan di rumah.
Selain itu, langkah berani Facebook Inc. yang mengubah nama menjadi Meta Inc., dan mengumumkan akan berfokus ke sektor metaverse, menjadi peluit dimulainya perlombaan ke dunia virtual.
Pengembang terpusat dan terdesentralisasi sama-sama membangun dunia metaverse, dengan visi yang berbeda, namun pada akhirnya akan sama, menghadirkan dunia virtual lebih dekat dengan dunia nyata.
Sejak itu, metaverse untuk ruang kerja pun mulai menjadi topik pembahasan yang menarik, karena memungkinkan banyak orang untuk dapat saling berkolaborasi tanpa harus duduk di satu meja.
Ruang Kerja di Dunia Virtual
Berdasarkan laporan Venture Beat, perusahaan perangkat lunak dan teknologi Ciena telah melakukan survei untuk menilai, seberapa besar animo pebisnis terhadap penggunaan metaverse sebagai ruang kerja.
Hasilnya cukup mengejutkan, ada sekitar 78 persen dari 15.000 profesional bisnis di seluruh dunia yang mengungkapkan minat untuk berpartisipasi dalam pengalaman imersif di metaverse, khususnya sebagai ruang kerja.
Mereka menaruh minat yang besar pada metaverse karena menilai ini akan memberi efisiensi yang lebih besar dibandingkan sekadar melakukan konferensi video.
87 persen peserta survei secara tegas mengungkapkan bahwa, mereka akan merasa lebih nyaman jika melakukan rapat pegawai secara virtual.
71 persen peserta melihat metaverse sebenarnya sudah menjadi bagian dari cara kerja orang-orang masa kini, namun dihadirkan dengan lebih baik lagi melalui platform.
Sementara, 40 persen peserta mulai berfikir untuk memindahkan segala bentuk kolaborasi bisnis tradisional ke dunia virtual yang lebih imersif dalam dua tahun mendatang.
Karena pandemi, keberadaan metaverse lebih diakui, terlebih WFH sudah terbukti membawa lebih banyak keuntungan produktivitas, memanfaatkan teknologi secara maksimal.
Tetapi, kenapa harus metaverse, sementara WFH saat ini sudah berjalan dengan baik?
Melampaui Hubungan Dua Dimensi
Mengapa memilih metaverse, itu karena platform-nya menawarkan peningkatan yang lebih nyata untuk dunia bisnis saat ini.
Metaverse menghadirkan ruang kerja yang inklusif, menghadirkan pengalaman WFH yang mendalam, serta menjadikan pertemuan jarak jauh menjadi lebih interaktif. Interaksi dua dimensi saat ini tidak dapat mencapainya.
Menyoroti soal penggunaan avatar di dunia virtual, 35 persen peserta survei lebih menyukai avatar yang mencerminkan diri mereka sendiri.
Sementara, 22 persen memilih versi yang idealis dan 10 persen memilih avatar yang lebih menarik secara visual.
Dengan metaverse, orang-orang dapat lebih bebas menghadirkan dirinya di dunia virtual, tidak sekadar cara untuk berkomunikasi saja. Ini yang membuat metaverse lebih disukai.
Tentu saja, ada beberapa kendala yang harus diselesaikan untuk menggunakan ruang kerja di metaverse, di antaranya adalah masalah jaringan yang andal dan besaran bandwidth.
Untuk mewujudkannya, pengguna butuh jaringan internet yang cepat, stabil dan tanpa batas, agar kegiatan online mereka di dunia virtual tidak terganggu.
Diharapkan, teknologi internet 5G dan jaringan rumahan mampu mengatasi masalah tersebut di kemudian hari. Semua sisi harus ikut berkembang agar ini semua dapat terwujud di masa mendatang. [st]