Meski kerap diberitakan terkait kebijakan dedolarisasi, dalam pandangan pakar strategi investasi Izak Odendaal menilai kebijakan aliansi BRICS tak selalu menunjukkan sikap tersebut.
Sebagaimana diketahui, beberapa minggu terakhir, telah banyak perbincangan tentang negara-negara BRICS—Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan—dan dugaan mereka yang keluar dari surat utang dan dolar AS.
Menurut pakar strategi investasi dari Old Mutual Wealth, Odendaal justru belaku sebaliknya, yakni mengungkapkan dominasi berlanjut dolar AS di panggung global.
Odendaal melansir data dari Departemen Keuangan Amerika Serikat menunjukkan bahwa Tiongkok, India, dan Brasil telah melepaskan US$16,4 miliar, US$1,5 miliar, dan US$600 juta, masing-masing, dari obligasi pemerintah dan sekuritas AS dalam beberapa minggu terakhir.
Tindakan ini tampaknya adalah upaya untuk melindungi kepentingan domestik mereka dan mencegah mata uang lokal mereka jatuh terhadap dolar AS yang sedang melonjak.Menurut Odendaal, tren ini bukanlah tanda dedolarisasi.
“Ini sama sekali bukan upaya yang terkoordinasi oleh negara-negara BRICS untuk dedolarisasi. Sebaliknya, ini memperkuat betapa dominannya dolar AS,” tegas Odendaal, seperti dikutip Watcher Guru dalam artikel baru-baru ini.
Dia menunjukkan bahwa kekuatan dolar AS adalah hasil dari suku bunga AS yang lebih tinggi, yang diperkirakan akan berlanjut dalam waktu yang dapat diprediksi.
Odendaal lebih lanjut menjelaskan bahwa dolar AS telah mengungguli berbagai mata uang lokal, termasuk Yuan Tiongkok dan Rand Afrika Selatan.
Dolar AS yang kuat ini telah menciptakan tekanan pada mata uang-mata uang ini, secara tidak langsung memengaruhi suku bunga lokal.
Rand Afrika Selatan, misalnya, telah mengalami tekanan yang signifikan akibat dolar AS yang kokoh.
Peningkatan dolar AS tidak hanya memengaruhi negara-negara BRICS, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran secara global.
Dibandingkan dengan mata uang negara-negara BRICS, dolar AS telah menguat, memberikan tekanan pada mata uang lokal dan memengaruhi sektor impor dan ekspor mereka. Biaya impor telah naik, menyebabkan kenaikan harga di negara-negara ini.
Misalnya, India dan Tiongkok telah mengambil langkah-langkah untuk mengelola kenaikan dolar AS. Tiongkok telah menerapkan strategi untuk mencegah Yuan agar tidak tergelincir terhadap dolar AS.
Upaya ini menunjukkan bahwa negara-negara BRICS sedang menyesuaikan strategi keuangan mereka untuk mengatasi tantangan ekonomi yang ditimbulkan oleh dolar AS yang kuat.
Sementara negara-negara BRICS merespons kenaikan dolar AS untuk melindungi kepentingan mereka sendiri, penting untuk dicatat bahwa tindakan mereka tidak mengindikasikan kampanye yang diselaraskan untuk meninggalkan dolar AS.
Sebaliknya, ini menggarisbawahi dominasi berlanjut dolar AS di lanskap keuangan global, mengingatkan dunia akan pengaruh berkelanjutan mata uang internasional ini. [BAB]