Pasar saham AS telah terhantam kuat di tahun 2022 karena The Fed secara agresif menaikkan suku bunga di sepanjang tahun.
Sektor aset investasi kertas ini menjadi suram sejak mengawali tahun 2022, dengan indeks S&P500 yang saat ini telah merosot sekitar 20 persen dalam sejauh tahun ini berjalan (YTD).
Banyak saham teknologi besar pun ambruk di tahun 2022, seperti Meta Inc. (sekitar -64 persen), Amazon (-48 persen), Apple Inc. (26 persen), Alphabet (-37 persen) dan masih banyak lagi.
Telah cukup lama menjalani hari dengan tenang, ada banyak investor yang tidak siap akan keruntuhan pasar yang kuat dan berantai seperti saat ini.
Pasar Saham AS Tahun 2023
Berdasarkan laporan Fortune, antara tahun 2009 dan 2021, pengembalian rata-rata tahunan dari indeks S&P500 adalah sekitar 16,4 persen.
Melirik kinerja pasar saham yang suram di tahun ini, mengharapkan rata-rata pengembalian yang memuaskan di tahun 2023 bisa menjadi hal yang mengecewakan.
Berdasarkan target rata-rata dari bank investasi untuk indeks tersebut adalah sekitar 4 persen saja. Dan saat Fortune menambahkan jumlah ekonom dan analis Wall Street dalam perhitungan tersebut, prediksi kenaikan untuk indeks menjadi 8 persen untuk tahun 2023.
Tidak ada begitu banyak perbedaan dalam prediksi raksasa Wall Street untuk tahun mendatang, namun mayoritas sepakat tahun 2023 akan menjadi tahun yang juga berat bagi pasar saham AS.
“Pesan utama kami kepada investor adalah berhati-hati. The Fed sedang mencoba untuk merekayasa pendaratan ekonomi yang lembut yang dalam pandangan kami memiliki kemungkinan besar untuk gagal dan menyebabkan resesi pada tahun 2023… Indeks saham rentan pada level saat ini,” ujar James Demmert, Kepala Investasi di Main Street Research.
Selain itu, beberapa pakar investasi pun menilai, pasar saham akan tetap dalam kondisi yang buruk di tahun 2023. Itu karena The Fed masih akan melawan inflasi dengan agresif.
Hal tersebut masih mungkin terjadi, meski menjelang akhir tahun ini data CPI mengalami penyusutan dari puncak Juni 2022 di 9,1 persen, menjadi 7,1 persen untuk bulan November 2022.
Meski telah banyak pakar yang mengatakan bahwa menaikan suku bunga secara agresif dapat berakhir dengan resesi, Ketua The Fed Jerome Powell tetap teguh dengan langkahnya selama ini.
Tentu saja, hal tersebut dapat menjadi isyarat bahwa, pasar saham AS kemungkinan besar masih akan terus berjuang dari tekanan jual yang melanda. Selera risiko berpotensi menyusut.
Bakal Kian Ambruk?
Kepala investasi Morgan Stanley Michael Wilson menilai bahwa indeks S&P500 akan mengalami penurunan lebih lanjut, bottom belum tercipta.
Menurut Wilson, penurunan akan disebabkan oleh jatuhnya pendapatan masyarakat, ekonomi yang melambat dan kenaikan biaya pinjaman perbankan.
“Pasar mengabaikan risiko The Fed yang lebih hawkish setahun yang lalu, pasar sekarang tampaknya mengabaikan risiko pendapatan,” tambah Wilson.
Hampir senada dengan Wilson, Kepala Investasi di Horizon Investments Scott Ladner mengatakan bahwa indeks saham tersebut akan merosot sekitar 10 persen dari posisinya saat ini.
Scott menilai, itu akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang di awal tahun 2023 karena bank sentral AS terus menaikkan suku bunga. Itu pada akhirnya akan memperlambat ekonomi dan menekan keuntungan perusahaan.
“Kita akan memasuki periode pertumbuhan yang lebih lambat, mungkin resesi, dan Anda tidak akan melewati resesi dengan pendapatan yang tidak turun,” tambah Scott.
Berbeda Pendapat
Berlawanan dengan Scott dan Wilson, Demmert dari Main Street Research justru melihat peluang pemulihan dari terpuruknya pasar saham AS saat ini.
Demmert melihat adanya peluang pemulihan pasar di kuartal pertama tahun depan, meski pada awalnya akan dimulai dengan kemerosotan juga.
“Kami memperkirakan tahun 2023 akan berakhir dengan harga saham yang jauh lebih tinggi daripada level saat ini,” tambah Demmert.
Ladner dari Horizon Investments juga sependapat dengan Demmert, di mana ia melihat kemungkinan penurunan pasar di kuartal pertama tahun depan, namun itu akan berlanjut dengan pemulihan yang nyata.
Ladner menilai, apa yang menjadi pokok masalah di tahun 2022 akan diselesaikan, atau menjadi lebih baik di tahun 2023, seperti dampak pandemi, inflasi dan konflik Rusia-Ukraina.
Saat tiga faktor tersebut mereda, Ladner menilai ini akan menjadi titik balik bagi pasar, memicu minat kuat investor untuk kembali ke pasar saham AS.
Banyak pakar dan ekonom di Wall Street juga menilai, tahun 2023 akan diawali dengan penurunan pasar dan berlanjut dengan pemulihan.
Tentu saja, tiga faktor utama di atas akan menjadi perhatian semua investor, menjadi penentu iklim investasi di tahun 2023. Mari kita saksikan. [st]