BerandaNewsSurvei: Resesi Global Masih Berpotensi Terjadi di Tahun Ini

Survei: Resesi Global Masih Berpotensi Terjadi di Tahun Ini

Meski data inflasi AS mereda dibandingkan bulan sebelumnya, sebuah survei masih melihat adanya potensi terjadinya resesi global di tahun 2023.

Sejak beberapa bulan terakhir, angka inflasi AS cenderung turun, membawa selera risiko untuk kembali tumbuh, memicu mengalirnya lebih banyak uang ke pasar saham dan kripto.

Namun, berdasarkan hasil survei Forum Ekonomi Dunia (WEF), resesi global masih membayangi dari sela untuk menghantam sektor ekonomi dunia.

Resesi Global Akan Datang?

Berdasarkan laporan Reuters, dua pertiga dari Kepala Ekonom terkemuka di sektor swasta dan publik di dalam survei WEF masih melihat adanya peluang terjadinya resesi global di tahun ini.

- Advertisement -

Sekadar informasi, survei tersebut memiliki total 22 partisipan yang berasal dari para ekonom senior di lembaga internasional, termasuk IMF, bank investasi dan perusahaan multinasional.

Dari semua partisipan survei, ada sekitar 18 persen yang benar-benar yakin bahwa resesi global akan terjadi di tahun 2023. Sementara, hanya sepertiga yang tidak yakin resesi global akan terjadi di tahun ini.

“Inflasi tinggi saat ini, pertumbuhan rendah, utang tinggi dan lingkungan fragmentasi tinggi mengurangi insentif untuk investasi yang dibutuhkan untuk kembali ke pertumbuhan dan meningkatkan standar hidup bagi yang paling rentan di dunia,” ujar Direktur Pelaksana WEF, Saadia Zahidi.

Survei dilakukan beberapa waktu setelah bank dunia memangkas perkiraan pertumbuhan tahun 2023. Itu membawa perkiraan ke tingkat yang mendekati resesi global karena suku bunga meningkat.

Selain itu, konflik Rusia dan Ukraina, serta roda ekonomi dunia yang tersendat menjadi faktor utama lain yang dapat memicu terjadinya resesi di banyak negara.

Secara umum, resesi global yang terjadi akan meliputi penyusutan ekonomi, kemungkinan terjadinya inflasi tinggi dalam skenario stagflasi.

“… Proporsi perkiraan inflasi tinggi pada tahun 2023 berkisar dari hanya 5 persen untuk Tiongkok hingga 57 persen untuk Eropa, di mana dampak kenaikan harga energi tahun lalu telah menyebar ke ekonomi yang lebih luas,” ungkap hasil survei WEF.

Mayoritas partisipan survei pun melihat potensi pengetatan kebijakan moneter di AS dan Eropa, membuat mereka terperangkap dalam dasaran risiko yang bervariasi.

- Advertisement -

Para ekonom pun menilai, orang yang lebih kaya kemungkinan besar akan lolos dari dampak terburuk resesi, termasuk angka inflasi yang melambung.

“Resesi akan memukul keras kelompok berpenghasilan menengah ke bawah,” tambah para ekonom. [st]

 

 

Terkini